Analisis Drama Bila Malam Bertambah Malam
A.
Unsur
Intrinsik Drama
1. Tema
Tema dalam drama ini adalah tentang status sosial.
Karena, pada drama ini menceritakan seorang tokoh yang mempersoalkan derajat
kebangsawanan. Adapun kutipan dialognya sebagai berikut:
a. Gusti
Biang
“Cinta? Ibu dan ayahmu kawin tanpa cinta. Apa itu
cinta? Yang ada hanyalah kewajiban menghormati leluhur yang telah menurunkanmu,
menurunkan kita semua di sini. Kau tak boleh kawin dengan dia, betapapun kau
menghendakinya. Aku telah menyediakan orang yang patut untukmu. Jangan
membuatku malu. Ibu telah menjodohkan kau sejak kecil dengan Sanggung Rai”.
(BMBM karya Putu Wijaya hal. 30)
b. Ngurah
“Kenapa tidak ibu? Siapa yang mendajikan Sanggung
Rai lebih pantas dari Nyoman untuk menjadi istri? Karena derajatnya? Tiyang
tidak pernah merasa derajat Tiyang lebih tinggi dari orang lain. Kalau toh
Tiyan dilahirkan di purian, itu justru menyebabkan Tiyang lebih hati-hati.
Harus pintar berkelakuan baik agar bisa jadi teladan orang, yang lain omong
kosong semua!
(Gusti Biang Terbelalak dan Mendekat)
Tiyang sebenarnya pulang meminta restu dari ibu.
Tapi karena ibu menolaknya karena soal kasta, alasan yang tidak sesuai lagi.
Tiyang akan menerima akibatnya.
(Gusti Biang menangis, Ngurah bergulat dengan
batinnya)
“Tiyang akan kawin dengan Nyoman. Sekarang ini soal
kebangsawanan jangan dibesar-besarkan lagi. Ibu harus menyesuaikan diri, kalau
tidak ibu akan ditertawakan orang. Ibu...”
(BMBM karya putu wijaya hal. 31)
2. Alur
Maju, karena diceritakan secara runtut dari awal
sampai akhir. Oleh karena itu unsur-unsur plot meliputi :
a. Pengenalan
situasi cerita (exposition)
Pengenalan situasi pada drama Bila Malam Bertambah
Malam terdapat pada kutipan berikut.
Wayan
“Gusti,
Nyoman adalah tunangan Ngurah, calon menantu Gusti Biang sendiri, berani sumpah, Nyoman adalah
tunangan Ngurah. Ratu Ngurah sendiri yang mengatakannya. “Aku akan mengawini
Nyoman Bape” katanya. “Biar hanya orang desa,
pendidikannya rendah tapi hatinya baik, daripada...” biar dimakan leak. Demi
apa saja”
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 22)
b. Pengungkapan
peristiwa (complication)
Pengungkapan peristiwa drama Bila Malam Bertambah
Malam karya Putu Wijaya seperti terdapat pada kutipan berikut.
(Gusti
Biang membaca dekat lampu teplok dan Wayan mendengarkan dengan tenang)
Gusti
Biang
“Swatiastu,
ibunda tercinta... Kalau aku bilang tadi, kamu bilang sudah lima hari, apa saja yang aku katakan kamu
lawan! Dewa Ratu, dengarlah Wayan. Betapa pinternya ia menghormati
(Membaca
lagi)
dengan
singkat ananda kabarkan bahwa ananda segera pulang. Ananda telah merencanakan berunding dengan ibu.
Sudah masanya sekarang ananda menjelaskan. Meskipun ananda belum menyelesaikan pelajaran, bahkan mungkin ananda akan berhenti sekolah
saja, sebab tak ada lagi gunanya. Ananda hendak menjelaskan kepada ibu bahwa
ananda tidak bisa lagi berpisah lebih
lama. Rahasia ini ananda simpan sejak lama. Supaya ibu tidak kaget nanti, akan
saya terangkan bahwa ananda bermaksud,
ananda bermaksud... ananda bermaksud
(Mengulang
sambil mendekatkan lampu teplok)
(BMBM
karya Putu Wijaya hal.23)
c. Menuju
pada konflik (rising action)
Wayan
(Dengan tegas)
“Tiyang
tahu semuanya, tu Ngurah. Sebab tiyang yang telah mendampinginya setiap
saat dulu. Sejak
kecil tiyang sepermainan
dengan dia, seperti tu Ngurah dengan Nyoman. Tiyang tidak
buta huruf seperti disangkanya. Tiyang
bisa membaca dokumen-dokumen dan surat-surat rahasia yang ada di meja kerjanya.
Siapa yang membocorkan gerakan Ciung Wanara
di Marga dulu? Nica-nica itu mengepung Ciung Wanara yang dipimpin oleh pak Rai,
menghujani dengan peluru dari berbagai
penjuru, bahkan dibom dari udara sehingga kawan-kawan semua gugur. Siapa yang bertanggung jawab atas
kematian sembilan puluh enam kawan-kawan
yang berjuang habis-habisan itu? Dalam perang
puputan itu kita kehilangan Kapten
Sugianyar, kawan-kawan tiyang yang paling baik,
bahkan kehilangan pak Rai sendiri. Dialah yang telah berkhianat, dialah
yang telah melaporkan gerakan itu semua kepada Nica”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 36)
d. Puncak
konflik (turning point)
Terdapat
pada kutipan berikut.
Ngurah
“Bape
menghina keluarga saya”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 37)
Wayan
“Bukan
menghina tu Ngurah. Begitulah keadaannya. Desa Marga menjadi saksi semua itu,
hanya beliau dilahirkan sebagai putra Bangsawan yang berpengaruh serta
dihormati karena jasa-jasa leluhur, dosa beliau kepada pak Rai terhadap semua
korban puputan itu seperti dilupakan. Tetapi
tiyang sendiri tidak pernah melupakannya. Bukan hanya seorang, banyak
penghianat-penghianat di bumi ini dianggap orang sebagai pahlawan sedangkan yang benarbenar berjasa dilupakan
orang”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 37)
Ngurah
“Saya
tak senang dengan cara-cara bape ini, diam-diam menjadi musuh dalam selimut. Susah payah saya memperbaiki
nama baik keluarga. Sekarang bape hendak menodainya. Mencari-cari kesalahan
memang gampang bape. Bape lupa, besar jasa ayah saya kepada perjuangan. Sayang
beliau sudah meninggal. Kalau tidak, Ia akan menjelaskannya. Tarik kata-kata
bape”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 37)
e. Penyelesaian
(ending)
Terdapat
pada kutipan berikut.
WAYAN
“Ngurah,
sudah tahu semuanya. Ngurah sudah pantas mendengar itu. Tapi Jangan terlalu memikirkannya. Lupakan saja itu
semua. Itu memang sudah terjadi tetapi
sekarang setelah Ngurah tahu, hati kami merasa lega. Sekarang lupakan semua
itu. Lupakan, jangan bersakitsakit memikirkannya”.
NGURAH
MEMALINGKAN MUKA KETIKA WAYAN MENATAPNYA
Wayan
“Semua
itu bohong, Titiyang bukan ayah Ngurah. Tiyang adalah Wayan yang pikun dan akan segera mati, dan beliau
itu (Menunjuk potret) bukan penghianat. Dia seorang pahlawan dan pantas Ngurah
sebut ayah.Ya... banyak terdapat
keburukan di atas dunia ini. Tapi tidak semua keburukan yang kita ketahui itu perlu diketahui orang
lain, kalau bisa membuat keadaan lebih buruk lagi. Pergilah Tu Ngurah dan
tiyang yang akan meladeni Gusti Biang”.
TANPA
MENOLEH NGURAH MENINGGALKAN TEMPAT
Gusti
Biang (Kemalu-maluan)
“Kenapa
kau ceritakan semua itu padanya”.
Wayan
“Waktu
telah tiba, dia sudah cukup dewasa untuk mengetahuinya”.
Gusti
biang
“Kau
menyebabkan aku sangat malu”.
(Gusti
Biang Tertunduk Dan Wayan Menghapus Air Matanya)
Wayan
KenapaNgurah dicegah kawin? Kita sudah cukup menderita karena perbedaan kasta ini. Sekarang sudah waktunya
pemuda-pemuda bertindak. Dunia sekarang sudah berubah. Orang harus menghargai
satu sama lain tanpa membeda-bedakan
lagi, bagaimana Gusti Biang?
Gusti
biang (Sambil menghapus air matanya)
“Aku
tidak akan mencegahnya lagi. Kita akan mengawinkannya,
(Dengan
manja)
“Tapi
jangan ceritakan lagi tentang yang dulu-dulu. Aku sangat malu”.
Wayan (Tersenyum)
“Kalau
begitu Wayan tidak jadi pergi. Wayan akan menjagamu Sagung Mirah, sampai kita
berdua sama-sama mati dan di atas kuburan kita, anak-anak itu berumah tangga
dengan baik. Sagung Mirah...”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal.41)
3. Tokoh
dan Perwatakan
a. Gusti
Biang
Gusti Biang mempunyai watak keras, pemarah, angkuh,
dan egois. Dengan sikapnya yang masih ingin mempertahankan tatanan lama yang
menjerat manusia berdasarkan kasta, membuat dia sombong dan memandang rendah
orang lain. Adapun kutipan dialognya sebagai berikut:
Gusti Biang:
“Tidak, tidak tahu semua itu. Kalau aku menelan
semua obat-obatanmu itu, aku akan tidur seumur hidupku, dan tidak akan
bangun-bangun lagi, lalu good bye. Lalu kau akan menggelapkan beras kewarung
Cina. Kau selamanya iri hati dan ingin membencanaiku... kalau sampai aku mati
karena racunmu, Wayan akan menyeretmu kepengadilan”.
(BMBM karya putu wijaya hal. 7 )
Gusti Biang:
“Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Aku melarang keras,
Ngurah harus kawin dengan orang patut-patut. Sudah kujodohkan sejak kecil dia
dengan Sanggung Rai. Sudah kurundingkan pula dengan keluarganya di sana, kapan
hari baik untuk mengawinkannya. Dia tidak boleh mendurhakai orang tua seperti
itu. Apapun yang terjadi dia harus terus menghargai martabat yang diturunkan
oleh leluhur-leluhur di puri ini. Tidak sembarang orang bisa dilahirkan sebagai
bangsawan. Kita harus benar-benar menjaga martabat ini., aku akan malu sekali,
kalau dia mengotori nama baikku. Lebih baik aku mati menggantung diri daripada
menahan malu seperti ini. Apa nanti kata Sanggung Rai? Apa nanti kata
keluarganya kepadaku? Tidak, tidak!”
(BMBM karya Putu Wijaya hal.24)
b. Nyoman
Nyoman adalah seorang gadis desa yang selama kurang
lebih 18 tahun mengabdi dan tinggal di puri Gusti Biang. Selama itu pula,
kebutuhan Nyoman tercukupi oleh Gusti Biang, dari pendidikannya dan kebutuhan
sehari-harinya. Nyoman Niti selalu setia melayani Gusti Biang, dia rela menelan
pil pahit akibat sikap Gusti Biang yang selalu menginjak-injak harga dirinya,
hingga dia tidak tahan dengan sikap Gusti Biang dan pergi dari puri tersebut,
setelah beberapa tahun lamanya memendam rasa penderitaannya dan menahan amarah
Gusti Biang yang selalu terlontarkan untuknya. Namun, dulu semua itu dia pendam
karena Wayan yang selalu membujuknya untuk tetap tinggal di puri Gusti Biang.
Hingga akhirnya Nyoman Niti pun tak kuasa lagi dan bergegas meninggalkan mereka
dengan beruarai air mata dalam suasana malam yang sunyi. Adapun kutipan
dialognya adalah sebagai berikut.
Nyoman
“Gusti
Biang, ini air daun belimbing, bubur ayam yang sengaja tiyang buatkan untuk
Gusti”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 3)
Nyoman
“Sekarang
sudah saatnya Gusti Biang minum obat”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal.4)
Nyoman
“Oh
ya, baik tiyang tolong dulu Gusti memasukkan benang ke jarumnya”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 4)
Nyoman
“Gusti
Biang memang orang yang paling baik dan berbudi tinggi. Tidak seperti
orang-orang lain, Gusti. Gusti telah menyekolahkan tiyang sampai kelas dua SMP,
dan Gusti sudah banyak mengeluarkan biaya. Coba tengok bayangan Gusti di muka
cermin, seperti tiga puluh tahun saja... mau minum obatnya sekarang Gusti?”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 6)
Nyoman
“Gusti
telah menyakiti tiyang lagi. Saya akan pergi sekarang juga”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 8)
Nyoman
“Cukup!
Cukup!”(Berlari mengelilingi meja)
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 9)
Nyoman
“Tak
tiyang sangka Gusti seberat ini! Tak tiyang sangka. Tiyang akan pergi ke desa,
tak mau meladeni Gusti lagi!”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 9)
Nyoman
“Tiyang
tidak akan kembali lagi!”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 9)
Nyoman
“Memang,
saya banyak berhutang budi, dikasih makan, disekolahkan, dibelikan baju,
dimasukkan kursus modes, tapi kalau tiap hari dijadikan bal-balan,
disalah-salahkan terus? Sungguh mati kalau tidak dikuat-kuatkan, kalau tidak
ingat pesan tu Ngurah, sudah dari dulu-dulu sebetulnya”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 13)
Nyoman
“Saya
pergi Bape, tidak bisa tahan lagi, saya sudah bosan”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 14)
Nyoman
“Baik,
titiyang akan pergi”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 14)
Nyoman
“Tidak
usah disuruh Gusti, tiyang memang mau pergi sekarang. Tetapi sebelum titiyang
pergi, tiyang hitung berapa hutang Gusti kepada tiyang”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 20)
Nyoman
“Lebih
dari sepuluh tahun tiyang menghamba di sini. Bekerja keras dengan tidak
menerima gaji. Kalau tidak ada Bape Wayan sudah lama tiyang pergi dari sini.
Selama ini tiyang telah membiarkan diri diinjak-injak, disakiti, dijadikan
bulan-bulanan seperti keranjang sampah. Tidak perlu rentenya, pokoknya saja.
Hutang Gusti Biang kepada tiyang, sepuluh juta kali sepuluh tahun. Belum lagi
sakit hati tiyang karena fitnahan dan hinaan Gusti. Pokoknya melebihi harta
benda yang masih Gusti miliki sekarang. Tapi ambilah semua itu sebagai tanda
bukti yang terakhir”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 20)
c. Ngurah
Ngurah adalah anak dari Gusti Biang yang sedang
menyelesaikan pendidikannya di salah satu universitas yang ada di pulau Jawa.
Gusti Biang selalu membangga-banggakan anaknya, namun Ngurah lahir bukan dari
lelaki bangsawan yakni Gusti Rai. Tetapi, ia lahir dari buah cinta Gusti Biang
dengan Wayan teman seperjuangan ayahnya. Ngurah adalah kekasih Nyoman. Ia pun
begitu mencintai Nyoman, namun cinta mereka terhalang oleh kasta kedudukan.
Begitu pula dengan kisah cinta Gusti Biang terhadap Wayan yang terhalang oleh
kasta. Hingga akhirnya cinta itu berubah menjadi kemarah-marahan, kesombongan,
dan keegoisan Gusti Biang. Ngurah mempunyai watak yang berbeda dengan ibunya,
dia mempunyai watak yang baik terhadap semua orang, bahkan dia sangat bijaksana
terlebih ketika mengetahui cerita sebenarnya tentang siapa ayah kandungnya
sendiri yang ternyata adalah Wayan, sang pembantu ibunya. Hingga akhirnya Gusti
Biang mengijinkan Ngurah menikah dengan Nyoman dan Gusti Biang sendiri mulai
berjanji untuk menjaga kesetiaannya terhadap wayan hingga ajal memisahkan
mereka. Adapun kutipan dialognya adalah sebagai berikut.
Ngurah
“Tiyang
Ngurah, Tiyang datang Ibu...”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 26)
Ngurah
“Ya,
nanti, nanti kita bicarakan”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 29)
Ngurah
“Ya,
titiyang akan mengawininya”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 30)
Ngurah
“Kami
saling mencintai ibu”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 30)
Wayan
“Tiyang
tahu semuanya, tu Ngurah. Sebab tiyang yang telah mendampinginya setiap saat
dulu. Sejak kecil tiyang sepermainan dengan dia. Seperti tu Ngurang dengan
Nyoman. Tiyang tidak buta huruf seperti disangkanya. Tiyang bisa membaca
dokomen-dokumen dan surat-surat rahasia yang ada di meja kerjanya. Siapa yang
membocorkan gerakan Ciung Wanara di Marga dulu? Nica-nica itu mengepung Ciung
Wanara yang dipimpin oleh pak Rai, menghujani dengan peluru dari berbagai
penjuru, bahkan dibom dari udara sehingga kawan-kawan semua gugur. Siapa yang
bertanggung jawab atas kematian sembilan puluh enam kawan-kawan yang berjuang
habis-habisan itu? Dalam perang puputan itu kita kehilangan Kapten Sugianyar,
kawan-kawan tiyang yang paling baik, bahkan kehilangan pak Rai sendiri. Dialah
yang telah berkhianat, dialah yang telah melaporkan gerakan itru semua kepada
Nica”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 37)
Wayan
“Diam!
Diam! Sudah waktunya menerangkan semua ini sekarang. Dia sudah cukup tua untuk
tahu”.
(kepada
Ngurah)
“Ngurah,
Ngurah mungkin mengira ayah Ngurah yang sejati, sebab dia suami sah ibu Ngurah. Tapi dia bukanlah
seorang pejuang. Dia seorang penjilat, musuh Gerilya. Dia bukan lelaki jantan,
dia seorang wandu. Dia memilki lima belas orang istri, tapi itu hanya untuk
menutupi kewanduannya. Kalau dia harus melakukan tugas sebagai seorang suami,
tiyanglah yang sebagian besar melakukannya. Tapi semua itu menjadi rahasia..
sampai.. Kau lahir, Ngurah, dan menganggap dia sebagai ayahmu yang sebenarnya.
Coba tanyakan kepada ibu Ngurah, dia sebenarnya ayah Ngurah yang sejati”.
Ngurah
tak percaya dan menghampiri ibunya yang mulai menangis untuk meminta
penjelasan.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 38-39)
Ngurah
“Betulkah
semua itu Ibu?”.
(BMBM karya Putu Wijaya hal. 39)
Gusti
Biang
“Aku
tidak akan mencegahnya lagi. Kita akan mengawinkannya,(Dengan manja) Tapi jagan
ceritakan lagi tentang yang dulu-dulu aku sangat malu.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 41)
Wayan
“Kalau
begitu Wayan tidak jadi pergi. Wayan akan menjagamu Sanggung Mirah, sampai kita
berdua sama-sama mati dan di atas kuburan kita, anak-anak iti berumah tangga
dengan baik Sanggung Mirah...”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 41)
d. Wayan
Wayan adalah salah seorang abdi Gusti Biang. Ia juga
seorang lelaki tua yang dulu pernah menjadi ajudan dan teman seperjuangan
almarhum suami Gusti Biang yang telah gugur pada saat pertempuran melawan
Belanda. Wayan memiliki watak yang baik hati, setia, dan lucu. Dalam drama Bila
Malam Betambah Malam ini Wayan sebagai sosok lelaki tua yang rela menjadi abdi
Gusti Biang karena rasa cintanya kepada Gusti Biang. Namun, ia juga lelaki yang
baik, penyayang, dan selalu membela kebenaran. Bahkan Wayan rela pergi
meninggalkan Gusti Biang akibat persoalan Gusti Biang, Nyoman, Ngurah dan
almarhum suami Gusti Biang. Adapun kutipan dialognya adalah sebagai berikut.
Wayan
“Maksud
Gusti, Nyoman?”
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 10)
Gusti
Biang
“Tua
bangka, pukul dia sampai mati, putar lehernya. Diam saja seperti kambing!”
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 10)
Wayan
“Gusti,
Gusti, tidak ada kambing di sini!”
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 10)
Wayan
“Baik
aku akan pergi sekarang. Aku akan menyusul Nyoman. Aku juga bosan di sini
meladeni tingkah lakumu. Tapi sebelum aku pergi aku akan jelaskan tentang
pahlawan gadungan itu. Gusti harus tahu..”
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 25)
Wayan
“Tiyang menghamba
di sini karena
cinta tiyang kepadanya. Seperti
cinta Ngurah kepada
Nyoman. Tiyang tidak pernah
kawin seumur hidup
dan orang-orang selalu menganggap tiyang
gila, pikun, tuli, hidup. Cuma
tiyang sendiri yang
tahu, semua itu tiyang lakukan
dengan sengaja untuk melupakan kesedihan,
kehilangan masa muda
yang tak bisa dibeli
lagi”.
(Memandang
Ngurah dengan lembut. Tapi tiba-tiba ia teringat sesuatu dan kemudian berkata)
“Tidak.
Ngurah tidak boleh kehilangan masa muda seperti bape hanya karena perbedaan
kasta. Kejarlah perempuan itu, jangan-jangan dia mendapatkan halangan di jalan.
Dia pasti tidak akan berani pulang malam-malam begini. Mungkin dia bermalam di
dauh pala di rumah temannya. Bape akan mengurus ibumu. Pergilah cepat, kejar
dia sebelum terlambat”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 39)
4. Latar
atau Setting
a. Latar
Tempat
Latar tempat drama Bila Malam Bertambah Malam karya
Putu Wijaya adalah dirumah Gusti Biang yang bertempat di kandang dan di gudang
terdapat pada kutipan berikut.
Gusti
Biang
“Si
tua itu tak pernah kelihatan kalau sedang dibutuhkan. Pasti dia sudah berbaring
di kandangnya, menembang seperti orang kasmaran pura-pura tidak mendengar,
padahal aku sudah berteriak, sampai leherku patah. Wayaaaaaa... Wayaaaaa...
tuaaaa...”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 2)
Gusti
Biang
“Setan! Setan!
Kau tak boleh
berbuat sewenang-wenang di rumah
ini. Berlagak mengatur orang
lain yang masih waras. Apa good,
good apa? Good bye! Menyebut
kekasih, manis, kau pikir
apa anakku. Wayan akan
menguncimu di dalam
gudang tiga hari tiga malam, dan kau akan meraung seperti si belang”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 6)
Wayan
“Tiyang
ketiduran di gudang”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 10)
Gusti
Biang
“Begundal
itu! Masukkan dia ke gudang!”
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 10)
Gusti
Biang
“Ya!
Leak itu tidak boleh masuk rumahku ini. Setan itu juga! Biar mati dua-duanya
sekarang! Kalau kau mau ikut pergi terserah. Aku akan mempertahankan
kehormatanku. Kehormatan suamiku, kehormatan Sanggung Rai, kehormatan
leluhur-leluhur di puri ini”.
(BMBM
karya Puti Wijaya hal 32)
b. Latar
Waktu
Latar waktu pada drama Bila Malam Bertambah Malam
karya Putu Wijaya terjadi pada malam dan sore hari yang ditunjukan pada dialog
berikut.
Nyoman
“Nah,
itu sebabnya kalau belum santap malam. Apalagi sejak beberapa hari ini Gusti sudah tidak mau minum jamu lagi, minum
sekarang ya?”
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 4)
Wayan
“
Mana ada setan sore-sore begini Gusti?”
(BMBM
karya PutU Wijaya hal. 10)
Wayan
“Malam-malam
begini?”
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 12)
c. Latar
Sosial
Latar
sosial pada drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya terdapat pada
kutipan berikut.
Nyoman (Berhenti lalu mendekat dan memandang Gusti
Biang dengan marah)
“Gusti
Biang, tiyang bosan merendahkan diri, dulu tiyang menghormati Gusti karena usia
Gusti lanjut. Tiyang mengikuti semua apa yang Gusti katakan, apa yang Gusti
perintahkan meskipun tiyang sering tidak
setuju. Tetapi Gusti sudah keterlaluan sekarang. Orang disuruh makan tanah
terus-menerus, Gusti anggap tiyang tak lebih dari cacing tanah. Semutpun kalau
diinjak menggigit, apalagi manusia, Gusti yang seharusnya agung, luhur, menjadi
tauladan tapi seperti ...”
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 17)
Nyoman
“Orang kebanyakan saja mempunyai kasih sayang dan
menghargai orang lain. Tapi Gusti, di mana
letak keagungan Gusti? Cobalah Gusti berjalan di jalan raya seperti sekarang,
Gusti akan ditertawakan oleh orang banyak. Sekarang orang tidak lagi diukur
dari keturunan tapi kelakuan dan
kepandaianlah yang menentukan. Sekarang tidak hanya bangsawan,
semua orang berhak dihormati kalau baik.
Begitu mestinya”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal. 17)
5. Sudut
Pandang
Dalam drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu
Wijaya menggunakan sudut pandang orang pertama, adapun kutipan dialognya
sebagai berikut:
Wayan (Dengan
tegas)
“Tiyang
tahu semuanya, tu Ngurah. Sebab tiyang yang telah mendampinginya setiap saat
dulu. Sejak kecil tiyang sepermainan dengan dia, seperti tu Ngurah dengan Nyoman. Tiyang tidak buta huruf
seperti disangkanya. Tiyang bisa membaca dokumen-dokumen dan surat-surat
rahasia yang ada di meja kerjanya. Siapa yang membocorkan gerakan Ciung Wanara
di Marga dulu? Nica-nica itu mengepung Ciung Wanara yang dipimpin oleh pak Rai,
menghujani dengan peluru dari berbagai
penjuru, bahkan dibom dari udara sehingga kawan-kawan semua gugur. Siapa yang
bertanggung jawab atas kematian sembilan puluh enam kawan-kawan yang berjuang
habis-habisan itu? Dalam perang puputan itu kita kehilangan Kapten Sugianyar,
kawan-kawan tiyang yang paling baik, bahkan
kehilangan pak Rai sendiri. Dialah yang telah berkhianat, dialah yang
telah melaporkan gerakan itu semua kepada Nica”.
(BMBM
karya Putu Wijaya hal 36-37)
6. Amanat
Sebagai mahluk hidup yang bermasyarakat, tentu tidak
bisa terlepas dari makhluk hidup yang lain. Karena kita membutuhkan satu sama
lain. Kita harus bersikap sama antara makhluk yang satu dengan yang lain tanpa
membedakan status sosial. Apabila seseorang menyimpan rahasia, suatu saat pasti
akan terungkap hal yang sebenarannya, dan apabila seseorang dengan penuh
kesabaran dan keikhlasan dalam melakukan sesuatu maka orang tersebut juga akan
mendapatkan balasan yang baik.
B.
Pendekatan
Komentar
Posting Komentar