LAPORAN HASIL WAWANCARA “Tradisi Megengan di Desa Lemah Putih, Kecamatan Sedan, Kabupaten Rembang”
LAPORAN HASIL WAWANCARA
“Tradisi Megengan di Desa Lemah
Putih, Kecamatan Sedan, Kabupaten Rembang”
Disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Metodologi Studi Islam
Dosen Pengampu: Ahmad Muzakkil Anam, M.Pd.I.
Disusun Oleh :
Silfiyatun Nisaa’ (163151065)
JURUSAN TADRIS BAHASA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
SURAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya ucapkan kehadiran Allah SWT karena
dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat mengerjakan tugas mini riset ini dengan baik. Dimana penyusunan laporan hasil wawancara ini adalah
untuk menyelesaikan tugas akhir mata kuliah Metodologi Studi Islam yaitu
mewawancarai tokoh adat di lingkungan masing-masing.
Laporan ini disusun berdasarkan wawancara yang penulis lakukan
terhadap seorang narasumber yang bernama Sumiah.
Tidak lupa saya ucapkan terima
kasih kepada
Bapak Ahmad Muzakkil Anam, M.Pd.I, selaku dosen pembimbing mata kuliah ini dan
semua pihak yang telah membantu dalam membuat laporan hasil
wawancara ini. Saya berharap, semoga mini riset yang penulis susun dapat berguna bagi pembaca
dan penulis. Penulis juga berharap
kritik dan saran dari pembaca atas segala kekurangan dalam laporan hasil
wawancara ini.
Rembang, 26 Mei 2018
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia dalam kesehariannya tidak
akan lepas dari kebudayaan, karena manusia adalah pencipta dan pengguna
kebudayaan itu sendiri. Manusia hidup karena adanya kebudayaan, sementara itu
kebudayaan akan terus hidup dan berkembang manakala manusia mau melestarikan
kebudayaan dan bukan merusaknya. Dengan demikian manusia dankebudayaan tidak
dapat dipisahkan satu sama lain, karena dalam kehidupannya tidak mungkin tidak
berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan, bahkan setiap hari manusia melihat dan
menggunakan kebudayaan terutama di pedesaan.
Megengan
adalah salah satu tradisi atau kebudayaan masyarakat Jawa dalam menyambut bulan
Ramadhan, megengan diambil dari bahasa Jawa yang artinya menahan. Ini merupakan
suatu peringatan bahwa sebentar lagi akan memasuki bulan Ramadhan, bulan dimana
umat Islam diwajibkan berpuasa, yaitu menahan untuk tidak melakukan
perbuatan-perbuatan yang dapat menggugurkan ibadah puasa tersebut.
B.
Tujuan Wawancara
1.
Mengetahui
lebih dalam mengenai sejarah tradisi megengan di desa
Lemah Putih Sedan Rembang.
2.
Mengetahui
bagaimana
tahap-tahap pelaksanaan tradisi megengan di desa
Lemah Putih Sedan Rembang.
3.
Mengetahui
nilai apa
yang hendak ditanamkan dalam tradisi megengan di desa
Lemah Putih Sedan Rembang.
C.
Metode dan Teknik Penulisan
Metode dan
teknik penulisan dalam penyusunan laporan ini
adalah dengan cara wawancara secara langsung terhadap narasumber dan
dokumentasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Topik Wawancara
Topik kegiatan wawancara ini adalah “Tradisi Megengan di Desa Lemah
Putih, Kecamatan Sedan, Kabupaten Rembang”
B.
Waktu dan Tempat Wawancara
Hari/Tanggal : Sabtu, 26 Mei 2018
Pukul : 10.00 WIB – selesai
Tempat : Di kediaman Narasumber, Lemah Putih RT
04 RW 02 Sedan, Rembang
C.
Hasil Wawancara
a.
Deskripsi tradisi megengan di Desa Lemah
Putih, Kecamatan Sedan, Kabupaten Rembang
1.
Sejarah
tradisi megengan di Desa Lemah
Putih, Kecamatan Sedan, Kabupaten Rembang
Tradisi
megengan di Desa Lemah Putih, Kecamatan Sedan, Kabupaten Rembang ini
merupakan salah satu tradisi yang masih ada sampai saat ini. Tradisi ini
dilakukan untuk menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan. Tradisi semacam ini
mungkin sulit ditemukan di daerah lain, karena sifatnya yang lebih kedaerahan.
Dan tradisi megengan ini dilaksanakan satu tahun sekali di bulan sya’ban. Untuk pelaksanaannya megengan
ini dimulai pada tanggal 15 sya’ban hingga hari pertama puasa.
2.
Pelaksanaan
tradisi megengan di Desa Lemah
Putih, Kecamatan Sedan, Kabupaten Rembang antara lain:
a.
Dimulai
dengan kegiatan ziarah kubur oleh para anggota keluarganya. Biasanya pada
tanggal 14 dan 15 sya’ban masyarakat di desa Lemah Putih akan
berbondong-bondong menuju ke makam keluarganya untuk melakukan ziarah kubur.
b.
Pada
tanggal 15 sya’ban para istri akan membuat masakan untuk digunakan sebagai
hidangan dalam selametan (megengan) ini. Dan selametan ini digilir tiap
rumah hingga menjelang hari H puasa Ramadhan.
c.
Kemudian
di sore harinya setelah masakan siap maka kegiatan selametan pun dilaksanakan.
Kegiatan ini mengundang setiap kepala rumah tangga untuk melaksanakan doa
bersama yaitu membaca surah Yasin dan Tahlil. Yang bertujuan untuk mengirim doa
kepada sanak keluarga yang sudah meninggal.
Kegiatan
ini berjalan terus menerus dari satu rumah ke rumah yang lain hingga puasa
Ramadhan. Megengan desa Lemah Putih ini mempunyai ciri khas tersendiri.
Ada 1 makanan yang tidak boleh
tertinggal selama selametan ini yaitu serundeng atau masyarakat Lemah Putih
biasa menyebutnya dengan cenggereng. Dan konon menurut sesepuh cenggereng
merupakan makanan kesukaan orang yang sudah meninggal. Jadi masyarakat
Lemah Putih tidak pernah melupakan cenggereng dalam selametan ini.
3.
Nilai
yang hendak ditanamkan dalam tradisi atau kebudayaan megengan antara
lain:
a.
Nilai
untuk melestarikan budaya
Tradisi
sedekah megengan merupakan salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau
jawa yang sudah berlangsung secara turun temurun dari nenek moyang orang jawa
jaman dahulu.
b.
Nilai
keagamaan
Dalam
acara megengan di dalamnya ada kegiatan melantunkan doa bersama-sama oleh
masyarakat setempat dengan dipimpin oleh ustad/ orang ang dianggap sudah pintar
di desa tersebut. Ritual tradisi megengan yang sudah menjadi rutinitas
bagi masyarakat jawa ini merupakan salah satu jalan dan sebagai simbol rasa
syukur kepada Yang Maha Pencipta karena masih dipertemukan dengan bulan
Ramadhan kembali. Dan sebelum acara berlangsung biasanya masyarakat berziarah
ke makam para keluarga yang sudah meninggal dunia.
c.
Nilai
kerukunan dan kebersamaan
Berbeda
dengan pelaksanaan megengan di tempat lain, Acara megengan di Desa Lemah Putih
biasanya dilaksanakan di rumah warga secara bergantian dengan dipimpin oleh
ustad. Hal ini bertujuan untuk membangunan kerukunan sesama tetangga dan juga
bisa berbagi makanan atau jajan kepada orang lain.
d.
Analisis Kebudayaan dilihat dari Aspek Kebudayaan dan Aspek
Keislaman
Tradisi
megengan ini menunjukkan bahwa masyarakat di desa Lemah Putih sangat
bersyukur dan sangat senang dapat bertemu kembali dengan bulan Ramadhan pada
tahun tersebut, karena tidak semua orang bisa merasakannya, ada yang meninggal
sebelumnya, sakit yang menyebabkan dia tidak bisa melaksanakan puasa,
berhalangan untuk melaksanakan puasa, dan lain sebagainya.
Puasa
adalah salah satu nikmat dari Allah swt. Yang dimana barang siapa yang
melaksanakan puasa dengan lengkap dan hanya karena Allah, maka dia akan
mendapatkan pahala yang setimpal dengan amal ibadahnya tersebut. Oleh karena
itu sudah jelas kita ketahui bahwa tujuan dari megengan adalah sebuah rasa
syukur dan doa agar selamat dan dapat menjalankan ibadah puasa dengan baik dan
lengkap.
Jika dilihat dari segi keislaman,
tradisi megengan merupakan sebuah acara untuk mendoakan para sesepuh
atau anggota keluarga yang telah wafat. Selain itu, diisi pula dengan kegiatan
ziarah kubur oleh para anggota keluarganya. Inti dari kegiatan Megengan ini
merupakan sebuah cara untuk merayakan dan menunjukkan rasa antusias dalam
menyambut bulan suci Ramadhan, karena nikmat berpuasa merupakan suatu
kesempatan yang tidak bisa dirasakan oleh semua orang. Bulan Ramadhan merupakan
bulan yang penuh dengan barokah, bulan yang didalamnya terdapat satu malam yang
lebih baik dari seribu bulan, Lailatul Qadr.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari kegiatan wawancara di atas
dapat disimpulkan bahwa setiap daerah di Indonesia pasti memliki tradisi
tersendiri saat menjelang bulan Ramadhan. Menjelang kedatangan bulan suci
Ramadhan masyarakat di Lemah Putih memiliki sebuah tradisi yang unik. Tradisi
yang sarat akan makna dan kebersamaan. Tradisi yang biasa dilakukan di bulan
Sya’ban ini dikenal dengan nama Megengan. Inti dari kegiatan megengan
ini merupakan sebuah cara untuk merayakan dan menunjukkan rasa antusias
dalam menyambut bulan suci Ramadhan, karena nikmat berpuasa merupakan suatu
kesempatan yang tidak bisa dirasakan oleh semua orang.
B.
Saran
Kita sebagai generasi muda tidak
boleh melupakan apa yang sudah menjadi tradisi atau kebudayaan yang sudah ada.
Kita harus melestarikannya supaya tidak punah.
LAMPIRAN
Narasumber
Nama :
Sumiah
Alamat :
Ds. Lemah Putih Kec.Sedan Kab. Rembang
Pewawancara
Silfiyatun
Nisaa’ mahasiswa IAIN Surakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan jurusan
Tadris Bahasa Indonesia, semester 4.
Komentar
Posting Komentar